Jahron Menjengkelkan

Beberapa hari lalu, Jahron teman ngopi saya agak menyebalkan. Ternyata kejengkelan ini tidak hanya saya yang merasakan. Eci pun juga jengkel dengannya.

Supaya dapat konteks di mana pusat kejengkelannya. Saya akan ceritakan ringkasnya. Malam itu, saya, Jahron, dan Eci janjian untuk menyambangi ke suatu tenant makanan. 

Setelah kami duduk satu meja sembari menunggu makanan datang. Kami membicarakan apa tujuan orang ketika mengikuti kompetisi kopi. Mengingat karena sebentar lagi akan ada Indonesia Coffee Event (ICE) 2022.

"Nek arep kompetisi kih kudu nduwe tujuan ndhisik, menang iku bonus," kala itu, hal ini saya ucapkan sebagai pemantik obrolan.

"Tujuan kompetisi, yo menang tho. Memange arep nggolek opo meneh?" sahut Eci yang cukup bersebrangan dengan maksud saya.

"Sebenere ora perkara menang tok, bous. Sing terpenting adalah ketika kompetisi kuwi kudu ngerti opo sing arep disampaikan dan iso berguna nggo industri iki (industri kopi)," sekarang giliran Jahron yang menyahut.

"Tapi untuk hal yang mbo sampaikan agar terdengar banyak orang, kan, kudu menang ndhisik tho? Yo, tho..." kata Eci, menurut saya ada benarnya juga.

"Iyo, bos reti. Tapi kan..." timpal Jahron, tapi tiba-tiba berhenti sambil matanya menatap layar Hp.

Sambil menunggu giliran Jahron untuk melanjutkan pembicaraan. Kebetulan makanan datang di meja dan saya mencoba mengisi kekosongan obrolan dengan menanyakan bagaimana rasa makanannya ke Eci.

"Iyo, lha yen semisal ternyata menang, kan kudu juga memikirkan arep kenopo." Lanjut Jahron. Tiba-tiba, tanpa intro.

"Iyo, terus opo meneh?" Tanya Eci. Sambil mengunyah burger yang ada dimulutnya.

"Terus..." tiba-tiba Jahron berhenti, dan menatap layar Hp lagi.

Waktu itu, saya lihat betul wajah Eci tampak jengkel. Saya menduga, wajahnya yang menekuk itu gara-gara pertanyaannya yang dikacangi.

Wajar saja kalau Eci jengkel. Siapa yang tidak jengkel setiap beberapa kali pembahasan, Jahron selalu berhenti tiba-tiba. Ya, tiba-tiba. Tanpa ada omongan semacam "sek-sek" atau "sorry, sebentar". Walhasil, sikap kejengkelan Eci juga menular ke saya.

Kalau kata Cepot teman saya, orang begini bisa dinobatkan: basic manner-nya, nol.

Selain itu, ketika Jahron ingin menyambung pembicaraan yang tadi, mesti menanyakan kembali sampai mana pembahasaannya berhenti. Jindul. Padahal, kan, dia biang keroknya. 

Sebenarnya obrolan bisa menyenangkan karena ada perbedaan pandangan. Tapi Jahron mengacaukan begitu saja. Pembahasan pun menjadi bersambung dan tiba-tiba rintik hujan turun dan menuntut kami untuk lebih baik pulang.

Semenjak itu, saya dan Eci selalu rasan-rasan tentang sikap Jahron yang njilehi dan patut untuk digasaki. Sampai-sampai kita berdua menciptakan idiom: masio yen jawab obrolan ora patio nyambung, sing penting ditanggapi.


Komentar

Postingan Populer