Hah Hoh Hah Hoh


Selasa (23/8/22) lalu adalah hari yang amat sangat membagongkan. Saya tidak pernah menyangka kalau bakalan wawancara dengan orang Belanda. 

"Lololo, piye kih, piye kih," dalam batin pas masuk ruangan kuliah umum.

Kuliah umum ini secara garis besar membahas Misi Katolik Belanda di Indonesia sekitar tahun 1808. Hal ini sampaikan oleh Dr. Maaike, peneliti Pusat Dokumentasi Katolik dari Universitas Radboud Belanda.

Akhirnya, ya, cuma "hah hoh hah hoh" selama dua jam. Alhasil keluar dari ruangan, ya, nggak dapat ilmu. Tapi malah dapat snack yang berisikan roti, risoles, dan kawan-kawannya. Lumayan buat pendamping ngopi dan rokok, kebetulan acara kelar pas jam makan siang. Mantul!

Entah, kemungkinan yang tidak paham Bahasa Inggris sewaktu kuliah umun hanya saya saja. Sebab setiap orang yang saya lihat di ruangan itu, semuanya pada tertawa dan menganggukan kepala ketika Dr. Maaike presentasi.

Duduk manis dan menikmati fasilitas ruangan (salah satunya pendingin ruangan) adalah jalan ninja yang terbaik kala itu.

Kelar kuliah umum, dengan modal HP yang layarnya sudah mulai coplok dan kepintaran Mbah Google. Saya memberanikan diri untuk wawancara dengan Dr. Maaike. Akan tetapi, waktu itu, semesta sedang berpihak karena tiba-tiba ada dosen yang bersedia jadi penerjemah selama wawancara berlangsung. Matur sembah nuwun, Gusti.

Memang benar apa adanya pepatah Jawa, "wong pinter kalah karo wong bejo".

Tapi kali ini, bukan isi kuliah umum yang akan dibahas. Melainkan keputusan yang saya ambil selama ini yaitu tidak mau belajar bahasa asing (terkecuali bahasa daerah). Hal ini bukan berarti saya menolak budaya luar negeri, kemajuan luar negeri, atau segala tetek-bengek lainnya. 

Sebab kata orang-orang yang hobi kontemplasi, "hidup itu pilihan". Dan tentu saja, pilihan ini memutuskan untuk tidak belajar Bahasa Inggris, sekali lagi saya memilih (bukan berarti malas). Keputusan ini pun sifatnya tidak abadi. 

Lalu, bagaimana selanjutnya?

Tentu setelah kejadian tak terduga ini terjadi. Saya semakin sadar belajar Bahasa Inggris adalah hukumnya wajib. Bagi saya, yang fakir ilmu. Rasane arep ngedumel bajingan, ping satus.

Sepertinya banyak keuntungan yang bisa didapatkan ketika belajar Bahasa Inggris. Satu, bisa baca-baca jurnal-jurnal yang berbahasa Inggris untuk referensi serta sebagai asupan bergizi bagi otak. Dua, mengurangi ke-gaptek-an. Dan yang terakhir, menambah percaya diri saya untuk berbicara dengan orang-orang urban.

Tapi bingung, mulai dari mana ya? Gawean masih numpuk, tugas akhir juga belum kelar. Ya sudahlah, besok-besok saja kalau, dah, sela. Penyakit.

Komentar

Postingan Populer